Mencari Kunci Rezeki di Saat Krisis Ekonomi

Tercatat dalam sejarah bahwa pada tahun 281 H, kekeringan melanda negeri ar-Ray dan Thabaristan. Harga-harga melambung, penduduk dalam kesulitan, sampai-sampai mereka memakan sebagian yang lain. Bahkan ada seorang laki-laki yang memakan anak laki-laki atau perempuannya. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.[1]

Pada tahun 334 H, di kota Baghdad harga-harga melambung tinggi hingga para penduduknya memakan mayat, kucing, dan anjing. Di antara mereka ada juga yang menculik anak-anak lalu memanggang dan memakannya. Rumah-rumah ditukar dengan sepotong roti.[2]

Pada tahun 426 H, di Mesir harga barang melambung tinggi hingga orang-orang memakan bangkai, mayat, dan anjing. Ada juga seorang laki-laki yang membunuh bayi-bayi dan para wanita. Ia mengubur kepala dan belulangnya kemudian menjual dagingnya. Maka ketika laki-laki tersebut terbunuh, dagingnya juga dimakan. Pada saat itu tidak ada seorang pun yang berani menguburkan mayat pada siang hari. Mereka hanya berani menguburkan pada malam hari karena takut kuburnya dibongkar dan mayatnya dimakan…[3]

Membaca penggalan kisah sejarah di atas, kita jadi teringat dengan krisis ekonomi yang menjangkiti pada zaman sekarang sehingga banyak orang stres, bahkan bunuh diri pun menjadi sebuah fenomena tersendiri. Dan baru-baru saja, ketika pemerintah berencana untuk menaikkan harga BBM, kontan masyarakat bereaksi dan di sana-sini banjir demonstrasi sebagai bentuk protes dan usaha menggagalkan rancangan tadi. Lumayan, rakyat bisa bernapas lega sementara karena kenaikan BBM ditunda untuk sementara waktu. Namun, tetap saja rancangan kenaikan harga tersebut menghantui pikiran mereka dan membuat kebanyakan mereka pusing tujuh keliling, apalagi harga di lapangan sudah melambung sebelum ada keputusan pemerintah!!!

Lebih ironisnya, tak jarang di antara manusia yang terjerumus dalam kubang kegelapan dalam mengejar rezeki. Mereka mendatangi para dukun dan jin untuk mencari pesugihan, pelaris dagangan, atau agar diterima sebagai pegawai di kantor ini dan itu. Mereka tak lagi mengindahkan apakah cara yang mereka lakukan dibenarkan syari’at ataukah tidak, bahkan banyak yang menilai kalau kita mau mengikuti syari’at maka akan susah dapat rezeki, kata mereka: “Cari yang haram aja susah apalagi halal”!!! Sehingga mereka berprinsip dengan kaidah Yahudi: “Tujuan menghalalkan segala cara”!!!
Faktor Krisis Ekonomi

Krisis ekonomi merupakan problematika yang sangat mengganggu pikiran banyak orang, terutama orang-orang yang berekonomi rendah. Tentu saja, di balik melambungnya harga barang tersebut ada faktor-faktor yang menyebabkannya, di antaranya:
Turunnya harga barang karena faktor paceklik, hujan atau musibah-musibah alam lainnya yang ditakdirkan oleh Allah q\ sebagai bentuk ujian atau peringatan bagi umat manusia.

Oleh karena itu, hendaknya kita berintrospeksi karena bisa jadi krisis ekonomi yang menimpa bangsa saat ini adalah disebabkan perbuatan dosa agar kita segera menyadari dan kembali kepada ajaran agama yang suci. Allah q\ berfirman:

ظَهَرَ ٱلْفَسَادُ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى ٱلنَّاسِ

Telah tampak kerusakan di daratan dan lautan disebabkan ulah perbuatan manusia. (QS. ar-Rum [30]: 41)

Alangkah benarnya ucapan Syaikh Ibnu Utsaimin tatkala berkata dalam khotbahnya tentang dampak kemaksiatan, “Demi Allah q\, sesungguhnya kemaksiatan itu sangat berpengaruh pada keamanan suatu negeri, kenyamanan, dan perekonomian rakyat. Sesungguhnya kemaksiatan menjadikan manusia saling bermusuhan satu sama lain.” [4]
Termasuk faktor yang menyebabkan melambungnya harga barang adalah kelakuan para pebisnis dan pedagang yang menyelisihi syari’at seperti menimbun barang, mengurangi timbangan, penipuan dan sejenisnya.

Oleh karena itu, Islam mengharamkan hal-hal tersebut. Rasulullah n\ bersabda:

لَا يَحْتَكِرُ إِلَّا خَاطِئٌ

“Tidak ada yang menimbung barang kecuali seorang yang berdosa.” (HR. Muslim: 4207)
Solusi Islami Mengatasi Krisis Ekonomi

Setelah mengetahui beberapa faktor di atas, maka hendaknya kita semua banyak berdo’a dan banyak beristighfar kepada Allah q\ serta berusaha memperbaiki keimanan dan meningkatkan amal shalih kita. Perhatikanlah ucapan Nabi Nuh p\ kepada kaumnya:

فَقُلْتُ ٱسْتَغْفِرُوا۟ رَبَّكُمْ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارًۭا ﴿١٠﴾ يُرْسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًۭا ﴿١١﴾ وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَ‌ٰلٍۢ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّـٰتٍۢ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَـٰرًۭا ﴿١٢﴾

Maka aku (Nuh) katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh [71]: 10–12)

Allah q\ juga berfirman memberikan janji:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَـٰتٍۢ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَـٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَـٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ ﴿٩٦﴾

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. al-A’raf [7]: 96)

Dan lebih rinci akan kami sebutkan beberapa langkah islami untuk mengatasi krisis ekonomi:
Melarang penimbunan barang. Maka merupakan kewajiban pemimpin (pemerintah) untuk melakukan kontrol dalam masalah ini, dan ini termasuk wilayah (wewenang) pemimpin bahwa ia diperbolehkan untuk menentukan harga barang.
Melarang semua jenis jual beli yang melanggar syari’at yang menyebabkan melambungnya harga barang, seperti penipuan, mengurangi timbangan, iklan-iklan atau promosi yang tidak sesuai dengan kenyataannya, perjudian modern, dan lain-lain.
Membiasakan hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan.
Pengawasan pemerintah terhadap para pebisnis dan pedagang.
Meningkatkan amal sosial dan membantu orang-orang yang tidak mampu dengan zakat, sedekah, kaffarah, dan sebagainya.[5]

Demikianlah Islam mengatasi problematik krisis ekonomi. Sungguh Islam merupakan sebuah agama yang indah dan sempurna. Tidak ada problematik apa pun melainkan solusi yang tepat telah dijelaskannya.

Alangkah bagusnya ucapan Syaikh al-Allamah Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di v\ tatkala mengatakan di awal risalahnya yang berjudul ad-Din ash-Shahih Yahullu Jami’a al-Masyakil (Agama yang Benar Merupakan Solusi Segala Problematik):

“Inilah sebuah risalah yang berkaitan dengan agama Islam yang menunjukkan ajaran terbaik dan membimbing hamba dalam aqidah dan akhlak serta mengarahkan mereka menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat. Serta penjelasan yang gamblang bahwa tidak ada cara untuk memperbaiki umat sepenuhnya kecuali dengan Islam. Dan penjelasan bahwa semua undang-undang yang menyelisihi agama Islam tidak dapat memperbaiki dunia dan akhirat kecuali apabila bersumber dari ajaran agam Islam.

Apa yang kami ungkapkan di atas telah dibuktikan kebenarannya oleh fakta dan pengalaman sebagaimana telah ditunjukkan kebenarannya oleh syari’at, fitrah, dan akal yang sehat, karena agama ini seluruhnya adalah mengajak kepada kebaikan dan membendung kerusakan.” [6]

Selanjutnya beliau (as-Sa’di) menjelaskan bahwa termasuk kebijakan Allah q\ tatkala menjadikan sebagian hamba-Nya ada yang kaya dan ada yang miskin agar mereka saling membantu dan bekerja sama dalam mewujudkan kebaikan untuk kedua belah pihak baik ibadah badan, jihad melawan musuh, program kebajikan, dan sebagainya dengan badan, harta, dan pangkat masing-masing.

Allah q\ memerintahkan kepada yang kaya untuk mengeluarkan zakat, sedekah, dan membantu kebutuhan orang miskin setiap waktu. Demikian juga Allah q\ memerintahkan kepada yang fakir untuk bersabar, bekerja yang halal, bersyukur kepada Allah q\, bersikap qana’ah (merasa cukup dengan pemberian Allah q\) dan pintar-pintar dalam pembelanjaan harta. Inilah petunjuk Islam kepada kaum kaya dan kaum miskin. Seandainya masing-masing mau melakukannya maka akan terwujudlah kebaikan di dunia dan akhirat.[7]
Optimis Dalam Menghadapi Kenaikan BBM

Ketahuilah wahai saudaraku seiman—semoga Allah q\ menjagamu—bahwa keterpurukan ekonomi yang menimpa kita sekarang ini bukanlah sesuatu hal yang baru muncul sekarang ini. Kefakiran bahkan sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad n\ dan para sahabat. Namun, tahukah kita bahwa semua itu tidak terlalu dikhawatirkan oleh Rasulullah n\. Beliau bersabda:

فَوَاللَّهِ مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ. وَلَكِنِّى أَخْشَى عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ

“Bukanlah kefakiran yang kutakutkan atas kalian, melainkan yang aku khawatirkan pada kalian kalau dibentangkan dunia pada kalian sebagaimana dibentangkan kepada orang-orang sebelum kalian lalu kalian berlomba-lomba mengejarnya sebagaimana mereka lakukan lalu (dunia) membinasakan kalian sebagaimana telah membinasakan mereka.” (HR. Bukhari: 3791 dan Muslim: 2961)

Oleh karena itu, marilah kita hadapi semua ini dengan kuat dan optimisme yang tinggi. Kita harus yakin bahwa Allah q\ telah menentukan rezeki bagi kita semua. Allah q\ tidak akan mematikan kita sebelum rezeki yang ditentukan kepada kita telah sempurna. Firman-Nya:

وَمَا مِن دَآبَّةٍۢ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberikan rezekinya. (QS. Hud [11]: 6)

Rasulullah n\ bersabda:

لَا تَسْتَبْطِئُوا الرِّزْقَ، فَإِنَّهُ لَمْ يَكُنْ عَبْدٌ لِيَمُوْتَ حَتَّى يَبْلُغَ آخِرُ رِزْقٍ هُوَ لَهُ، فَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ: أَخْذِ الْحَلَالِ وَ تَرْكِ الْحَرَامِ

“Janganlah merasa rezeki kalian lambat, karena sesungguhnya tidak ada seorang hamba pun yang mati sehingga telah datang padanya rezeki terakhir yang ditentukan baginya. Karenanya, bertakwalah kalian kepada Allah q\ dan carilah cara yang baik dalam mencari rezeki, ambil yang halal dan tinggalkan yang haram.” [8]

Imam Ibnu Katsir pernah membawakan sebuah kisah yang menakjubkan. Abdul Aziz al-Harrani berkata, “Suatu saat aku pernah membawa sebuah kantong berisi gandum, tiba-tiba ada seekor lebah yang mengambil sebutir gandum lalu pergi ke suatu tempat kemudian kembali lagi dan mengambil gandum lagi lalu pergi dan seterusnya. Akhirnya, saya mengikutinya ternyata lebah tersebut memberikan gandum tadi ke mulut seekor burung buta yang ada di atas pohon.” [9]

Serupa dengannya juga kisah Thahir al-Bashri ketika dia makan bersama kawan-kawan, lalu ada seekor kucing yang datang, maka dia pun melemparkan beberapa sisa makanan kepada kucing, lalu kucing itu pergi dengan cepat lalu kembali lagi dan mengambil lagi kemudian pergi lagi dengan cepat. Maka mereka pun yakin bahwa si kucing tidak makan untuk dirinya sendiri. Akhirnya mereka bersama-sama membuntuti kucing, ternyata dia pergi ke atap rumah dan memberikan makanannya kepada kucing lain yang buta.[10]

Subhanallah, kalau hewan-hewan tersebut saja mendapatkan rezeki lewat binatang lainnya, lantas kenapa kita ragu akan rezeki kita?!!

Namun, hal itu bukan berarti kita hanya berpangku tangan tanpa bergerak mencari rezeki. Tidak, sama sekali tidak, bahkan Islam menganjurkan kepada umatnya untuk bekerja dan Islam mencela pengangguran. Oleh karena itu, para nabi dan ulama juga bekerja. Di antara mereka ada yang menjadi pedagang, petani, tukang kayu, penggembala, dan lain-lain. Kemudian Islam juga menghendaki pemeluknya pintar dan tidak boros dalam pembelanjaan harta.

Syaikh Muhammad Amin asy-Syinqithi v\ berkata, “Al-Qur’an telah menjelaskan kaidah-kaidah dalam masalah ekonomi, sebab perekonomian itu kembali kepada dua permasalahan:
Pintar dalam mencari harta

Allah q\ telah membuka lebar-lebar segala pintu untuk mencari harta selagi tidak melanggar agama. Allah q\ berfirman:

فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًۭا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿١٠﴾

Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS. al-Jumu’ah [62]: 10)
Pintar dalam membelanjakan harta

Allah q\ telah memerintahkan untuk hemat dan tidak boros dalam membelanjakan harta. Allah q\ berfirman menyifati hamba-hamba-Nya yang beriman:

وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا۟ لَمْ يُسْرِفُوا۟ وَلَمْ يَقْتُرُوا۟ وَكَانَ بَيْنَ ذَ‌ٰلِكَ قَوَامًۭا ﴿٦٧﴾

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (QS. al-Furqan [25]: 67)[11]
Mencari Kunci Rezeki yang Telah Dilupakan

Pada kesempatan ini akan kami sampaikan beberapa kunci untuk mendapatkan rezeki sebagaimana diajarkan oleh Islam karena Islam memang tidak hanya mengatur masalah ibadah semata, tetapi juga mengatur masalah dunia. Di antara kunci-kunci rezeki adalah[12]:
1. Taubat dan istighfar

فَقُلْتُ ٱسْتَغْفِرُوا۟ رَبَّكُمْ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارًۭا ﴿١٠﴾ يُرْسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًۭا ﴿١١﴾ وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَ‌ٰلٍۢ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّـٰتٍۢ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَـٰرًۭا ﴿١٢﴾

Maka aku (Nuh) katakan kepada mereka: “Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. (QS. Nuh [71]: 10–12)

Dan perlu diketahui bahwa taubat dan istighfar bukan hanya sekadar di lisan saja, melainkan meliputi penyesalan dalam hati dan tekad untuk tidak mengulanginya lagi. Lisan beristighfar meminta ampun kepada Allah q\, sedang anggota badan memperbanyak amal shalih. Janganlah kita sombong, akuilah bahwa diri kita banyak melakukan dosa. Bukankah di antara kita masih banyak meninggalkan shalat lima waktu padahal perbuatan itu merupakan dosa besar?! Adakah di antara kita yang menyesal karena perbuatan dosa tersebut?!! Demi Allah q\, kemaksiatan yang kita lakukan sangat berpengaruh pada keamanan dan perekonomian bangsa.
2. Takwa

وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًۭا ﴿٢﴾ وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (QS. ath-Thalaq [65]: 2–3)

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَـٰتٍۢ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَـٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَـٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ ﴿٩٦﴾

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. al-A’raf [7]: 96)

Dan maksud “takwa” adalah menjaga diri dari kemurkaan Allah q\ dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
3. Tawakal

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُۥٓ ۚ

Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (QS. ath-Thalaq [65]: 3)

Dari Umar bin Khaththab a\ berkata, “Rasulullah n\ bersabda, ‘Seandainya kalian bertawakal kepada Allah q\ dengan tawakal yang sebenar-benarnya, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki, di waktu pagi dia pergi dalam keadaan perutnya kosong dan di sore hari pulang dengan perut yang kenyang.’ ” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dll.)

Tawakal adalah memasrahkan hati kepada Allah q\ dengan usaha. Oleh karena itu, tawakkal bukan berarti kita tidak berusaha, burung yang tawakkal bukan berarti dia hanya tinggal di sangkarnya, tetapi dia terbang dan pergi mencari makanan.
4. Silaturrahmi

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ: مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ, أَوْ يُنْسَأَ فِيْ أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

Dari Anas bin Malik a\ bahwasanya Rasulullah n\ bersabda, “Barangsiapa yang senang rezekinya diluaskan dan umurnya dipanjangkan, maka hendaklah ia menyambung tali silaturrahmi.” (HR. Bukhari: 5986 dan Muslim: 2557)

Silaturrahmi adalah menyambung tali kekeluargaan, baik dengan ucapan yang baik, berkunjung ke rumahnya, mengirimi hadiah, membantu mereka dengan harta semampunya, bermuka manis ketika bertemu dengan mereka, dan sebagainya.

Masalah penting yang perlu diketahui ialah bahwa hakikat silaturrahmi bukanlah kita menyambung kepada kerabat kita yang menyambung kita, melainkan justru hakikat silaturrahmi adalah menyambung hubungan kerabat yang telah memutus hubungan dengan kita. Rasulullah n\ pernah bersabda:

لَيْسَ اْلوَاصِلُ بِالْمُكَافِئِ وَلَكِنِ اْلوَاصِلُ الَّذِيْ إِذَا قُطِعَتْ رَحِمُهُ وَصَلَهَا

“Bukanlah orang yang menyambung tali silaturrahmi itu orang yang mengharapkan balasan, melainkan orang yang menjalin silaturrahmi itu adalah orang yang apabila diputus tali silaturrahminya maka ia menyambungnya.” (HR. Bukhari: 5991)
5. Infaq di jalan Allah q\

وَمَآ أَنفَقْتُم مِّن شَىْءٍۢ فَهُوَ يُخْلِفُهُۥ ۖ وَهُوَ خَيْرُ ٱلرَّ‌ٰزِقِينَ ﴿٣٩﴾

Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya. (QS. Saba’ [34]: 39)

Yang dimaksud dengan infaq di sini adalah infaq yang dianjurkan dalam agama seperti infaq kepada orang-orang yang lemah, pembangunan masjid, dan sebagainya.
6. Qana’ah

Sesungguhnya di antara sifat manusia adalah tamak dan merasa tidak puas dengan dunia sehingga mereka selalu merasa serba kekurangan dengan dunia (hal-hal duniawi, harta) yang telah dimilikinya. Seandainya saja dia mau memperhatikan banyak nikmat Allah q\ yang diberikan kepadanya, niscaya dia akan merasa bahwa dirinya adalah orang yang memiliki banyak harta. Maka jadilah kita wahai kaum muslimin orang-orang yang qana’ah (merasa cukup) dengan pemberian rezeki yang telah Allah q\ karuniakan kepada kita. Inilah rahasia orang kaya yang sebenarnya.

وَارْضَ بِمَا قَسَّمَ اللَّهُ لَكَ تَكُنْ أَغْنَى النَّاسِ

“Bersikaplah ridha dengan pemberian Allah q\ padamu, niscaya kamu menjadi orang yang paling kaya.” [13]

Lihatlah orang-orang yang lebih bawah daripada kita, jangan melihat orang yang lebih atas daripada kita agar kita mensyukuri nikmat Allah q\ kepada kita. Bukankah banyak di antara saudara kita yang tidak bisa memakan sesuap nasi karena tidak mampu membelinya?! Atau tidak bisa memakan karena dia harus dirawat di atas ranjang?!



Akhirnya, marilah kita berdo’a kepada Allah q\ agar Allah q\ meluaskan rezeki-Nya yang halal kepada kita semua. Ya Allah q\, turunkanlah barokah-Mu dari langit dan bumi. Ya Allah q\, luaskanlah rezeki untuk kami dengan rezeki yang halal. Ya Allah q\, janganlah engkau sisakan sebuah dosa seorang dari kami kecuali Engkau telah mengampuninya, dan suatu hutang kecuali Engkau melunasinya, sakit kecuali Engkau menyembuhkannya, dan kesusahan kecuali Engkau memudahkannya.




oleh Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi

http://abiubaidah.com/mencari-kunci-rezeki-di-saat-krisis-ekonomi.html/



[1] Al-Bidayah wan Nihayah 6/81 oleh Ibnu Katsir


[2] Idem 6/241


[3] Idem 7/121


[4] Atsarul Ma’ashi ’alal Fardi wal Mujtama’, Ibnu Utsaimin, hlm. 20


[5] Manhaj al-Iqtishad al-Islami fi ’Ilaji Musykilatil Ghala’ hlm. 4–5 oleh Dr. Husian Syahatah


[6] Al-Majmu’ah Kamilah li Muallafat Syaikh as-Sa’di 1/333


[7] Idem 1/347–350


[8] HR. al-Baihaqi, Ibnu Hibban, dan lain-lain; dishahihkan al-Albani dalam Silsilah Ahadits ash-Shahihah: 2607


[9] Al-Bidayah wan Nihayah 13/311


[10] Idem 12/116


[11] Lihat al-Islam Dinun Kamil hlm. 18–19.


[12] Lihat pembahasannya lebih lengkap dalam Mafatih Rizqi fi Dhauil Kitab was Sunnah karya Dr. Fadhl Ilahi.


[13] HR. Tirmidzi dan Ahmad; dihasankan Syaikh Albani dalam ash-Shahihah: 930

Komentar