Santri Gayeng ngaji Online

SANTRI GAYENG MILESTONE

Selama Ramadan 2020 kemarin, banyak kiai yang ngaji virtual. Namun yang mengagetkan ialah #GusBaha yang bertengger di urutan kedua sebagai kiai yang paling banyak ditonton. Secara, beliau ini tidak bikin ngaji online rutinan selama Ramadan (kecuali Kitab Burdah yang diupload LDNU Cabang Lasem dengan cukup jarang).


Tentu hal ini berkat YouTuber & Podcaster yang mengunggah konten Gus Baha setiap harinya--baik itu dengan efforts atau nyolong konten orang--dan tidak hanya satu kanal saja tapi lintas media sosial arus utama.

Di samping kaidah umum bahwa: mutiara tidak akan berubah jadi batu biasa dimanapun ia berada.

Kiai Rumanto, pengasuh PP. Izzati Nuril Quran, tempat dimana #GusBaha ngaji rutin di Bedukan (dan sumber pengajian utama Gus Baha yang diunggah oleh seluruh akun di jagad medsos di Indonesia yang bisa didapatkan di Telegram) pernah mengulang kisahnya:

"Dulu saya masih sembunyi-sembunyi merekam pengajian Gus Baha. Tapi waktu ketahuan, recorder saya malah diambil Gus Baha ke samping beliau. Jadi kalau dulu audionya buruk, itu sebab jarak recordernya kejauhan dari sumbernya. Tapi setelah Gus Baha berkenan, akhirnya cukup lumayan.

Dulu yang ngaji masih 3-5 orang, termasuk Rukhin dan Musthofa (dua orang yang masyhur di kalangan muhibbin Gus Baha).

Namun, sekarang kami harus menyewa pelataran di sekitar musala agar pengunjung yang ingin ngaji mendapat tempat yang nyaman. Sekarang tidak seperti dulu, yang ngaji sampai kruntelan (nyumpel-nyumpel), Mas."

Sebelum Santri Gayeng mengupload konten #GusBaha, saya sudah meminta ijin Gus Umam Nursalim (adik beliau) untuk unek-unek itu. Karena Gus Umam masih terbilang Korkab Santri Gayeng Rembang, dan saya merasa perlu untuk meminta izin seperti santri pada umumnya.

"Bismillah. Saya sudah matur Mas Baha. Monggo kalau Santri Gayeng mengunggah pengajian beliau." demikian jawab Gus Umam.

Tapi rasanya kurang "sreg" jika pemilik audio tidak saya mintai izin. Maksudnya, rasanya kurang mantap kalau saya tidak ke Bedukan.

Setelah beberapa bulan lewat, saya yang kebetulan punya agenda ke Yogyakarta akhirnya sowan ke kediaman Kiai Rumanto.

Di sana saya diperlakukan dengan baik sekali.

Bahkan malam-malam begitu Kiai Rumanto masih sempat sibuk dengan telfonnya. Saya kira beliau sedang apa, tapi ternyata memanggil segenap muhibbin Bedukan yang sering disebut Gus Baha dalam pengajiannya. Tentu, Kang Rukhin dan Kang Musthofa termasuk di dalamnya.

Kang Rukhin datang, saya basa-basi saja bertutur kata:

"Sehat, Ustaz Rukhin?" tanya saya.

"Tergantung, Mas. Kalau punya utang, ya, kurang sehat. Kalau utang lunas, ya, jawabannya sehat."

Itu jawaban dia kali pertama kami bertemu. Bisa dibayangkan bagaimana "cangkem elek" itu diakrabi bertahun-tahun, kan?!

Hhe~

Sepulang dari Bedukan saya dibekali 60GB file pengajian Gus Baha dari A-Z, kitab A-Z, dari tahun A-Z.

"Monggo kalau Santri Gayeng berkenan. Nanti kalau ada yang kurang, silakan pinarak lagi ke Bedukan." kelakar Kiai Rumanto sewaktu saya berpamitan.

Hari pun berlanjut, dan alhamdulillah atas izin Mbah Ubab Maimoen, tim sindikasi Santri Gayeng & HIMMA saya bentuk di Sarang (Rembang).

Ada banyak "cahaya ilmu (al-anwar)" di pesisir Rembang, banyak kuyaha yang tabahhur di Sarang, namun jika hanya kalangan santri saja yang menikmati, kok, rasanya sayang.

Saya akhirnya mengajak Ghofur Elyas sebagai kepala pimpinannya; kiranya pengajian dari masyayikh Al-Anwar bisa pula diproduksi & disebarluaskan.

Maksud saya biar tidak hanya Gus Baha seorang yang mecungul di timeline Santri Gayeng.

Ghofur juga punya usul untuk konten kreatif lain, dan dia sendiri yang mencarikan sumber daya manusianya. Kader-kader dari santri Al-Anwar (baik I, II, dan III) yang punya daya kreatif bagus, dan masih lama boyongnya. Untuk hal yang serius begini, kinerja ala ro'an bukan lagi jadi pertimbangan.

Keilmuan kuyaha NU tidak pernah ada yang sangsi. Jaaauh lebih tinggi jika dibandingan ustaz-ustaz urban yang lebih terkenal di televisi.

Menurut Savic Ali, Pimred NU Online, kelemahan orang NU adalah kurang mengamplifikasi pengajian kuyaha-nya. Jadi jangan heran jika muslim kota lebih akrab (dan taat) dengan Sugik (Gus Nur) dengan Islam konyolnya daripada Mbah Moen & Gus Mus yang ngaaaalimnya luar biasa.

Seolah-olah kiai yang alim dari NU digajul oleh ustaz-ustaz muslim kota yang gak jelas dapat sanad ilmu dari mana, demikian kesimpulan saya.

Lewat Santri Gayeng saya punya ikhtiar untuk mengurangi bocor-bocor itu. Meski terbilang sekrup kecil di tengah lalu lintas literasi Islam yang brutal, saya yakin iktikad baik ini tidak akan pernah terlambat.

Kiai kami sering mengajarkan:
ما لا يدرك كله لا يترك كله
"Kalau tidak bisa dapat sepohon, paling tidak jangan tinggalkan satu buahnya."

Walhasil, dari sowan ke sowan, Allah memudahkan jalan kami untuk mengantongi izin dari Mbah Ubab, Gus Kamil, Gus Ghofur, Gus Idror, dan asatiz Al-Anwar sudah berkenan untuk kami dokumentasikan.

Salah satu takdir Allah dalam memuluskan jalan itu, yakin betul dengan hal ini, ialah restu Mbah Nawawi Suyuthi (Madu Kikuk), Penasihat Utama Santri Gayeng & sponsor tunggal kami, yang selalu saya sebut nama beliau ketika sowan:

"Saya Rumail, angsal dawuh saking Mbah Wie untuk begini dan begini...."

Sebagai orang yang pernah jadi admin media sosial Abah Habib Muhammad Luthfi bin Yahya, tentu saya ingin pengajian beliau kami produksi. Sayangnya, Kang Ahmad Tsauri gampang nesunan sama plagiator ceramahnya Abah.

Hhe~

Jadi nunggu angin akan membawa kami ke mana.

Dan atas nama manajemen media besar Santri Gayeng, saya berterima kasih kepada seluruh orang yang mengapresiasi kehadiran akun kecil pendherek Gus Yasin ini menjadi masyhur di kalangan pencari ilmu pesantren di dunia maya di tengah akun-akun yang sama yang jauh lebih dikenal.

Tabik,
Rumail Abbas
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10223040514069675&id=1484915878

Komentar